Dampak Fisik
Adaptasi biologis tubuh kita terhadap penggunaan narkoba untuk jangka
waktu yang lama bisa dibilang cukup ekstensif, terutama dengan
obat-obatan yang tergolong dalam kelompok downers. Tubuh kita
bahkan dapat berubah begitu banyak hingga sel-sel dan organ-organ tubuh
kita menjadi tergantung pada obat itu hanya untuk bisa berfungsi normal.
Salah satu contoh adaptasi biologis dapat dilihat dengan alkohol.
Alkohol mengganggu pelepasan dari beberapa transmisi syaraf di otak.
Alkohol juga meningkatkan cytocell dan mitokondria
yang ada di dalam liver untuk menetralisir zat-zat yang masuk. Sel-sel
tubuh ini menjadi tergantung pada alcohol untuk menjaga keseimbangan
baru ini.
Tetapi, bila penggunaan narkoba dihentikan, ini akan mengubah semua
susunan dan keseimbangan kimia tubuh. Mungkin akan ada kelebihan suatu
jenis enzym dan kurangnya transmisi syaraf tertentu. Tiba-tiba saja,
tubuh mencoba untuk mengembalikan keseimbangan didalamnya. Biasanya,
hal-hal yang ditekan/tidak dapat dilakukan tubuh saat menggunakan
narkoba, akan dilakukan secara berlebihan pada masa Gejala Putus Obat
(GPO) ini.
Misalnya, bayangkan efek-efek yang menyenangkan dari suatu narkoba
dengan cepat berubah menjadi GPO yang sangat tidak mengenakkan saat
seorang pengguna berhenti menggunakan narkoba seperti heroin/putaw.
Contoh: Saat menggunakan seseorang akan mengalami konstipasi, tetapi GPO
yang dialaminya adalah diare, dll.
GPO ini juga merupakan ‘momok’ tersendiri bagi para pengguna narkoba.
Bagi para pecandu, terutama, ketakutan terhadap sakit yang akan
dirasakan saat mengalami GPO merupakan salah satu alasan mengapa mereka
sulit untuk berhenti menggunakan narkoba, terutama jenis putaw/heroin.
Mereka tidak mau meraskan pegal, linu, sakit-sakit pada sekujur tubuh
dan persendian, kram otot, insomnia, mual, muntah, dll yang merupakan
selalu muncul bila pasokan narkoba kedalam tubuh dihentikan.
Selain ketergantungan sel-sel tubuh, organ-organ vital dalam tubuh
seperti liver, jantung, paru-paru, ginjal,dan otak juga mengalami
kerusakan akibat penggunaan jangka panjang narkoba. Banyak sekali
pecandu narkoba yang berakhiran dengan katup jantung yang bocor,
paru-paru yang bolong, gagal ginjal, serta liver yang rusak. Belum lagi
kerusakan fisik yang muncul akibat infeksi virus {Hepatitis C dan
HIV/AIDS} yang sangat umum terjadi di kalangan pengguna jarum suntik.
Dampak Mental
Selain ketergantungan fisik, terjadi juga ketergantungan mental.
Ketergantungan mental ini lebih susah untuk dipulihkan daripada
ketergantungan fisik. Ketergantungan yang dialami secara fisik akan
lewat setelah GPO diatasi, tetapi setelah itu akan muncul ketergantungan
mental, dalam bentuk yang dikenal dengan istilah ‘sugesti’. Orang
seringkali menganggap bahwa sakaw dan sugesti adalah hal yang sama, ini
adalah anggapan yang salah. Sakaw bersifat fisik, dan merupakan istilah
lain untuk Gejala Putus Obat, sedangkan sugesti adalah ketergantungan
mental, berupa munculnya keinginan untuk kembali menggunakan narkoba.
Sugesti ini tidak akan hilang saat tubuh sudah kembali berfungsi secara
normal.
Sugesti ini bisa digambarkan sebagai suara-suara yang menggema di
dalam kepala seorang pecandu yang menyuruhnya untuk menggunakan narkoba.
Sugesti seringkali menyebabkan terjadinya 'perang' dalam diri seorang
pecandu, karena di satu sisi ada bagian dirinya yang sangat ingin
menggunakan narkoba, sementara ada bagian lain dalam dirinya yang
mencegahnya. Peperangan ini sangat melelahkan... Bayangkan saja bila
Anda harus berperang melawan diri Anda sendiri, dan Anda sama sekali
tidak bisa sembunyi dari suara-suara itu karena tidak ada tempat dimana
Anda bisa sembunyi dari diri Anda sendiri... dan tak jarang bagian
dirinya yang ingin menggunakan narkoba-lah yang menang dalam peperangan
ini. Suara-suara ini seringkali begitu kencang sehingga ia tidak lagi
menggunakan akal sehat karena pikirannya sudah terobsesi dengan narkoba
dan nikmatnya efek dari menggunakan narkoba. Sugesti inilah yang
seringkali menyebabkan pecandu relapse. Sugesti ini tidak bisa hilang
dan tidak bisa disembuhkan, karena inilah yang membedakan seorang
pecandu dengan orang-orang yang bukan pecandu. Orang-orang yang bukan
pecandu dapat menghentikan penggunaannya kapan saja, tanpa ada sugesti,
tetapi para pecandu akan tetap memiliki sugesti bahkan saat hidupnya
sudah bisa dibilang normal kembali. Sugesti memang tidak bisa
disembuhkan, tetapi kita dapat merubah cara kita bereaksi atau merespon
terhadap sugesti itu.
Dampak mental yang lain adalah pikiran dan perilaku obsesif
kompulsif, serta tindakan impulsive. Pikiran seorang pecandu menjadi
terobsesi pada narkoba dan penggunaan narkoba. Narkoba adalah
satu-satunya hal yang ada didalam pikirannya. Ia akan menggunakan semua
daya pikirannya untuk memikirkan cara yang tercepat untuk mendapatkan
uang untuk membeli narkoba. Tetapi ia tidak pernah memikirkan dampak
dari tindakan yang dilakukannya, seperti mencuri, berbohong, atau
sharing needle karena perilakunya selalu impulsive, tanpa pernah
dipikirkan terlebih dahulu.
Ia juga selalu berpikir dan berperilaku kompulsif, dalam artian ia
selalu mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama. Misalnya, seorang
pecandu yang sudah keluar dari sebuah tempat pemulihan sudah mengetahui
bahwa ia tidak bisa mengendalikan penggunaan narkobanya, tetapi saat
sugestinya muncul, ia akan berpikir bahwa mungkin sekarang ia sudah bisa
mengendalikan penggunaannya, dan akhirnya kembali menggunakan narkoba
hanya untuk menemukan bahwa ia memang tidak bisa mengendalikan
penggunaannya! Bisa dikatakan bahwa dampak mental dari narkoba adalah
mematikan akal sehat para penggunanya, terutama yang sudah dalam tahap
kecanduan. Ini semua membuktikan bahwa penyakit adiksi adalah penyakit
yang licik, dan sangat berbahaya.
Dampak Emosional
Narkoba adalah zat-zat yang mengubah mood seseorang (mood altering substance).
Saat menggunakan narkoba, mood, perasaan, serta emosi seseorang ikut
terpengaruh. Salah satu efek yang diciptakan oleh narkoba adalah
perubahan mood. Narkoba dapat mengakibatkan ekstrimnya perasaan, mood
atau emosi penggunanya. Jenis-jenis narkoba tertentu, terutama alkohol
dan jenis-jenis narkoba yang termasuk dalam kelompok uppers seperti
Shabu-shabu, dapat memunculkan perilaku agresif yang berlebihan dari si
pengguna, dan seringkali mengakibatkannya melakukan perilaku atau
tindakan kekerasan. Terutama bila orang tersebut pada dasarnya memang
orang yang emosional dan bertemperamen panas.
Ini mengakibatkan tingginya domestic violence dan perilaku abusive
dalam keluarga seorang alkoholik atau pengguna Shabu-shabu. Karena
pikiran yang terobsesi oleh narkoba dan penggunaan narkoba, maka ia
tidak akan takut untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap orang-orang
yang mencoba menghalaginya untuk menggunakan narkoba. Emosi seorang
pecandu narkoba sangat labil dan bisa berubah kapan saja. Satu saat
tampaknya ia baik-baik saja, tetapi di bawah pengaruh narkoba semenit
kemudian ia bisa berubah menjadi orang yang seperti kesetanan, mengamuk,
melempar barang-barang, dan bahkan memukuli siapapun yang ada di
dekatnya. Hal ini sangat umum terjadi di keluarga seorang alkoholik atau
pengguna Shabu-shabu. Mereka tidak segan-segan memukul istri atau
anak-anak bahkan orangtua mereka sendiri. Karena melakukan semua
tindakan kekerasan itu di bawah pengaruh narkoba, maka terkadang ia
tidak ingat apa yang telah dilakukannya.
Saat seseorang menjadi pecandu, ada suatu kepribadian baru yang
muncul dalam dirinya, yaitu kepribadian pecandu atau kepribadian si
junkie. Kepribadian yang baru ini tidak peduli terhadap orang lain,
satu-satunya hal yang penting baginya adalah bagaimana cara agar ia
tetap bisa terus menggunakan narkoba. Ini sebabnya mengapa ada perubahan
emosional yang tampak jelas dalam diri seorang pecandu. Seorang anak
yang tadinya selalu bersikap manis, sopan, riang, dan jujur berubah
total mejadi seorang pecandu yang brengsek, pemurung, penyendiri, dan
jago berbohong dan mencuri.
Adiksi terhadap narkoba membuat seseorang kehilangan kendali terhadap
emosinya. Seorang pecandu acapkali bertindak secara impuls, mengikuti
dorongan emosi apapun yang muncul dalam dirinya. Dan perubahan yang
muncul ini bukan perubahan ringan, karena pecandu adalah orang-orang
yang memiliki perasaan dan emosi yang sangat mendalam. Para pecandu
seringkali diselimuti oleh perasaan bersalah, perasaan tidak berguna,
dan depresi mendalam yang seringkali membuatnya berpikir untuk melakukan
tindakan bunuh diri.
Perasaan-perasaan ini pulalah yang membuatnya ingin terus
menggunakan, karena salah satu efek narkoba adalah mematikan perasaan
dan emosi kita. Di bawah pengaruh narkoba, ia dapat merasa senang dan
nyaman, tanpa harus merasakan perasaan-perasaan yang tidak mengenakkan.
Tetapi… perasaan-perasaan ini tidak hilang begitu saja, melainkan
‘terkubur hidup-hidup’ di dalam diri kita. Dan saat si pecandu berhenti
menggunakan narkoba, perasaan-perasaan yang selama ini ‘mati’ atau
‘terkubur’ dalam dirinya kembali bangkit, dan di saat-saat seperti
inilah pecandu membutuhkan suatu program pemulihan, untuk membantunya
menghadapi dan mengatasi perasaan-perasaan sulit itu.
Satu hal juga yang perlu diketahui adalah bahwa salah satu dampak
buruk narkoba adalah mengakibatkan pecandu memiliki suatu retardasi
mental dan emosional. Contoh seorang pecandu berusia 16 tahun saat ia
pertama kali menggunakan narkoba, dan saat ia berusia 26 tahun ia
berhenti menggunakan narkoba. Memang secara fisik ia berusia 26 tahun,
tetapi sebenarnya usia mental dan emosionalnya adalah 16 tahun. Ada 10
tahun yang ‘hilang’ saat ia menggunakan narkoba. Ini juga sebabnya
mengapa ia tidak memiliki pola pikir dan kestabilan emosi seperti
layaknya orang-orang lain seusianya.
Dampak Spiritual
Adiksi terhadap narkoba membuat seorang pecandu menjadikan narkoba
sebagai prioritas utama didalam kehidupannya. Narkoba adalah pusat
kehidupannya, dan semua hal/aspek lain dalam hidupnya berputar di
sekitarnya. Tidak ada hal lain yang lebih penting daripada narkoba, dan
ia menaruh kepentingannya untuk menggunakan narkoba di atas
segala-galanya. Narkoba menjadi jauh lebih penting daripada istri,
suami, pacar, anak, orangtua, sekolah, pekerjaan, dll.
Ia berhenti melakukan aktivitas-aktivitas yang biasa ia lakukan
sebelum ia tenggelam dalam penggunaan narkobanya. Ia tidak lagi
melakukan hobi-hobinya, menjalani aktivitas normal seperti sekolah,
kuliah, atau bekerja seperti biasa, bila sebelumnya ia termasuk rajin
beribadah bisa dipastikan ia akan menjauhi kegiatan yang satu ini,
apalagi dengan khotbah agama yang selalu didengar bahwa orang-orang yang
menggunakan narkoba adalah orang-orang yang berdosa.
Ini menyebabkan pecandu seringkali hidup tersolir, ia hidup dalam
dunianya sendiri dan mengisolasi dirinya dari dunia luar, yaitu dunia
yang tidak ada hubungannya dengan narkoba. Ia menjauhi keluarga dan
teman-teman lamanya, dan mencari teman-teman baru yang dianggap sama
dengannya, yang dianggap dapat memahaminya dan tidak akan mengkuliahinya
tentang penggunaan narkobanya.
Narkoba dianggap sebagai sahabat yang selalu setia menemaninya.
Orangtua bisa memarahinya, teman-teman mungkin menjauhinya, pacar
mungkin memutuskannya, bahkan Tuhan mungkin dianggap tidak ada, tetapi
narkoba selalu setia dan selalu dapat memberikan efek yang
diinginkannya…
Secara spiritual, Narkoba adalah pusat hidupnya, dan bisa dikatakan
menggantikan posisi Tuhan. Adiksi terhadap narkoba membuat penggunaan
narkoba menjadi jauh lebih penting daripada keselamatan dirinya sendiri.
Ia tidak lagi memikirkan soal makan, tertular penyakit bila sharing
needle, tertangkap polisi, dll.
Adiksi adalah penyakit yang mempengaruhi semua aspek hidup seorang
manusia, dan karenanya harus disadari bahwa pemulihan bagi seorang
pecandu tidak hanya bersifat fisik saja, tetapi juga harus mencakup
ketiga aspek lainnya sebelum pemulihan itu dapat dianggap sebagai suatu
pemulihan yang sebenarnya.
Retardasi
Retardasi sering dikaitkan dengan keterbelakangan mental. Seperti
yang telah kita ketahui bersama, dalam dunia adiksi, penyakit
mempengaruhi fisik, mental, emosional, dan spiritual seseorang. Memang
secara fisik mungkin tidak terlalu kelihatan, tetapi ketiga aspek
lainnya sudah sangat terpengaruh. Bahkan seringkali dikatakan bahwa
seorang pecandu usia mentalnya akan berhenti pada usia saat dia mulai
memakai drugs.
Katakanlah seorang pecandu mulai memakai drugs saat ia berusia 16
tahun. Maka usia mentalnya adalah 16 tahun, meskipun saat ia masuk
kedalam pemulihan ia telah berusia 26 tahun. Bisa dikatakan ia mengalami
retardasi mental, emosional, dan spiritual. Memang keadaannya ini tidak
seperti keadaan para pasien down syndrome, yang retardasi mentalnya lebih jelas terlihat, bahkan secara fisik, karena memiliki karakteristik fisik yaitu Mongolian face. Tetapi tetap saja ini membuatnya tidak dapat berfungsi sebagai manusia yang seutuhnya.
Retardasi yang dialami pecandu adalah ketidakmampuannya berpikir dan
membuat keputusan seperti layaknya orang-orang normal seusianya.
Kedewasaan emosionalnya juga mengalami retardasi, ia tidak sedewasa
orang-orang sekitarnya (yang bukan pecandu) dalam mengendalikan
emosinya. Keadaan spiritualnya apalagi. Dan kita sama sekali tidak
membicarakan soal agama. Spiritual disini lebih berarti hubungannya
dengan dirinya sendiri, dengan orang-orang disekitarnya, dan dengan
apapun yang diyakininya.
Retardasi mental. Pola pikir pecandu
seringkali tidak mencerminkan usianya yang sebenarnya. Ini dikarenakan
pemikiran pecandu seringkali berpusat pada prinsip kesenangan. Ia luar
biasa takut dengan tanggung jawab. Ia juga tidak mampu untuk membuat
suatu komitmen. Ia tidak dapat membuat suatu komitmen yang bertanggung
jawab.
Retardasi emosional. Pecandu tidak mampu
mengendalikan emosinya. Ia akan cenderung ekstrim dalam merasa dan
mengungkapkan perasaan dan emosinya, belum lagi ada mood swing yang bagaikan roller coaster yang dialami oleh pecandu. Ia tidak memiliki kestabilan emosi yang dimiliki oleh orang-orang seusianya.
Retardasi spiritual. Hubungan antara
pecandu dengan dirinya sendiri, atau dengan orang lain, apalagi dengan
Kekuatan Lebih Tinggi (apapun bentuknya) bisa dikatakan hampir tidak
ada, atau kalaupun ada sama sekali tidak sehat. Retardasi pada bayi-bayi junkie juga seringkali ditemukan. Hal ini
disebabkan ia juga terkena pengaruh dari narkoba yang dikonsumsi oleh
ibunya.